Widget HTML #1

Tafsir Al-Isra 74-77, Pelajaran Keteguhan Hati Terhadap Godaan



Fokus kajian kali ini adalah Surat Al-Isra ayat 74 hingga 77, yang mengupas tentang keteguhan hati, bahaya kompromi akidah, dan sunnatullah dalam perjuangan dakwah.

Dalam pengantarnya, KH Dr. Mafrukhi menekankan relevansi ayat-ayat ini dengan konteks keindonesiaan saat ini.

💡 Akidah Tegas, Budaya Terarah

Sebelum masuk ke tafsir ayat, Kiai Mafrukhi memberi catatan penting mengenai posisi akidah dalam kebudayaan.

"Terkait dengan akidah, maka sikap kita harus tegas. Tidak ada tawar-menawar," ujarnya. "Kita lihat kebudayaan di Indonesia, masih banyak yang perlu dibenahi. Jika tidak berhati-hati, masih ada yang tercampur dengan praktik kesyirikan."

Beliau menegaskan bahwa Islam menghargai budaya, namun budaya memiliki batasan. "Budaya boleh berkembang, tapi tidak boleh menyimpang dari akidah tauhid," tegasnya. Poin ini menjadi landasan untuk memahami betapa berbahayanya "condong sedikit saja" seperti yang disinggung dalam ayat 74.


1. Perlindungan Allah: Kunci Keteguhan Hati (Tafsir Ayat 74)

Kajian inti dimulai dengan uraian ayat ke-74, yang turun dalam konteks beratnya tekanan dan rayuan kaum kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW.

 وَلَوْلَا أَن ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدتَّ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا

"Dan sekiranya Kami tidak memperteguh (hati)mu, niscaya engkau hampir saja condong sedikit kepada mereka." (QS. Al-Isra: 74)

KH Dr. Mafrukhi menjelaskan, "Ayat ini adalah bukti cinta Allah. Betapapun kuatnya seorang nabi, keteguhan hatinya (istiqamah) mutlak bersumber dari pertolongan dan penguatan, atau 'tathbit', dari Allah SWT. Tanpa 'tathbit' ilahi ini, godaan dan rayuan kompromi—meskipun hanya 'sedikit saja'—bisa menggelincirkan siapa pun."


2. Peringatan Keras: Siksaan Berlipat (Tafsir Ayat 75)

Bahasan berlanjut ke ayat 75, yang berisi ancaman Allah seandainya Nabi Muhammad SAW (yang dijaga oleh Allah) sampai condong pada tawaran musyrikin.

 إِذًا لَّأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًا

"Jika demikian, tentu akan Kami rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia dan berlipat ganda setelah mati, dan engkau (Muhammad) tidak akan mendapat seorang penolong pun terhadap Kami." (QS. Al-Isra: 75)

"Perhatikan frasa 'siksaan berlipat ganda'," papar Kiai Mafrukhi. "Artinya, siksaan itu berlipat saat masih hidup di dunia, dan juga berlipat nanti setelah mati. Ini adalah standar tertinggi integritas."

Beliau lantas menarik beberapa konteks penting:

  • Paralel Istri Nabi: Peringatan ini serupa dengan firman Allah kepada istri-istri Nabi, yang jika berbuat maksiat, hukumannya akan dilipatgandakan karena status mereka sebagai panutan.
  • Konteks Modern: "Kontekstualnya bagi kita sangat jelas," tandasnya. "Para pemuka agama seperti Kyai, Ustad, dan Mubaligh, serta para pejabat negara (umara), jika mereka—yang seharusnya jadi panutan—melakukan pelanggaran atau bermaksiat, siksanya akan berlipat ganda dibanding orang biasa."


3. Intimidasi Pengusiran dan Ujian Keimanan (Tafsir Ayat 76)

Ayat ke-76 membeberkan strategi kaum kafir ketika rayuan kompromi gagal, yaitu intimidasi dan teror.

وَإِن كَادُوا لَيَسْتَفِزُّونَكَ مِنَ الْأَرْضِ لِيُخْرِجُوكَ مِنْهَا ۖ وَإِذًا لَّا يَلْبَثُونَ خِلَافَكَ إِلَّا قَلِيلًا

"Dan sungguh, mereka hampir saja menggelincirkanmu (Muhammad) dari bumi (Mekkah) untuk mengusirmu dari sana. Dan jika demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak akan tinggal (di sana) melainkan sebentar saja." (QS. Al-Isra: 76)

"Kaum Quraisy terus berupaya membuat Nabi Muhammad SAW merasa gelisah dan tidak betah (istifzaz) di tanah kelahirannya, Mekkah. Tujuannya satu: mengusir beliau," jelas KH Dr. Mafrukhi.

Ayat ini juga menjadi pengingat bahwa ujian adalah keniscayaan iman. Beliau mengutip Surat Al-Ankabut ayat 2:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS. Al-Ankabut: 2)


4. Sunnatullah Perjuangan yang Tak Berubah (Tafsir Ayat 77)

Kajian ditutup dengan ayat 77, yang mengunci prinsip perjuangan dakwah sebagai Sunnatullah (ketetapan Allah).

سُنَّةَ مَن قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِن رُّسُلِنَا ۖ وَلَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلًا

"Sunnah (ketetapan) orang-orang yang telah Kami utus sebelum engkau dari rasul-rasul Kami, dan engkau tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Kami." (QS. Al-Isra: 77)

KH Dr. Mafrukhi menyimpulkan, "Ini adalah penegasan dari Allah bahwa apa yang dialami Nabi Muhammad SAW—rayuan, intimidasi, hingga rencana pengusiran—adalah pola yang sama. Para rasul sebelumnya juga mengalami ujian serupa. Ini adalah ketentuan Allah yang tak akan pernah berubah."

"Dalam konteks dakwah masa kini," tutupnya, "jika kita berdakwah di lingkungan yang 'keras', misalnya di lingkungan yang mayoritas non-Muslim atau di lingkungan yang masih kental dengan kemaksiatan, ujiannya pasti besar. Namun, yakinlah bahwa Sunnatullah-Nya (kemenangan bagi yang haq dan kehancuran bagi penolaknya) juga pasti akan berlaku."

Posting Komentar untuk "Tafsir Al-Isra 74-77, Pelajaran Keteguhan Hati Terhadap Godaan"